Budidaya Strawberry Di Dataran Rendah
Strawberry pertama kali ditemukan di chilli dan saat ini merupakan buah yang banyak dibudidayakan di Indonesia. Umum dibudidayakan di dataran tinggi karena syarat tumbuh yang memerlukan lingkungan tumbuh bersuhu dingin dan lembab dengan suhu optimum antara 17 – 20 °C, kelembaban 80 – 90 %, penyinaran 8 - 10 jam per hari dan curah hujan berkisar 600 mm – 700 mm per tahun. Di luar persyaratan tumbuh tersebut, strawberry masih mungkin untuk dibudidayakan dengan perlakuan-perlakuan tambahan agar bisa untuk tumbuh dengan baik.
Di Kota Yogyakarta, tanaman strawberry juga mudah dijumpai. Penanaman di dataran rendah masih memungkinkan dengan pengairan atau penyiraman yang intens. Dalam sehari dilakukan penyiraman sebanyak 2 kali di pagi dan sore hari.
Faktor cahaya mempunyai peranan penting untuk pertumbuhan strawberry. Pada umumnya strawberry menyukai sinar matahari langsung tetapi dengan suhu udara yang relatif rendah. Suhu dataran rendah yang tinggi sering menyebabkan daun strawberry mengkerut dan pada tingkat yang lebih tinggi intensitas cahayanya daun bahkan bisa mengering. Untuk mengatasi pengurangan intensitas cahaya yang diterima, tempat pembudidayaan bisa ditutup dengan paranet di bagian atapnya.
Untuk pembentukan bunga, dibutuhkan perbedaan suhu yang tinggi antara malam dan siang hari serta kelembaban yang sesuai untuk pembentukan bakal buah yaitu sebesar 80 – 90%. Pada budidaya di dataran rendah menurut ibu siti, pengelola kebun strawberry di Ngipiksari, buah yang dihasilkan berat atau volumenya tidak akan sebesar buah strawberry yang ditanam di dataran tinggi. Buah strawberry di dataran rendah akan berukuran lebih kecil karena suhu yang tinggi di dataran rendah akan menyebabkan buah cepat merah, matang sebelum mencapai volume buah yang maksimal.