Sosialisasi Peredaran Obat Hewan
Kegiatan Sosialiasi Peredaran Obat Hewan telah dilaksanakan pada Rabu dan Kamis tanggal 7-8 Juni 2023 bertempat di Aula Rumah Potong Hewan Giwangan dengan peserta hari pertama adalah dokter hewan praktik dan peserta hari kedua adalah pelaku usaha pengecer obat hewan (petshop dan poultry shop) . Narasumber pada acara tersebut yaitu drh. Hariyah, M.P.H dan drh. Agung Ludiro dari Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Provinsi DIY dengan materi Regulasi Peredaran Obat Hewan. Narasumber dari Fakultas Kedokteran Hewan yaitu drh. Aria Ika Septana, M.V.P.H dengan materi Penyimpanan dan Aplikasi Penggunaan Obat Hewan dan drh. Antasiswa W. R., M.Sc dengan materi Penggolongan Obat Hewan dan Penyimpanannya. Sedangkan dari BBVet Wates drh. Tri Widayati, M.Sc dengan materi Antimikrobial Resisten pada Peternakan.
Pada hari pertama para peserta nampak antusias saat mendengarkan materi yang disampaikan oleh ketiga narasumber. drh. Hariyah, M.P.H menyampaikan bahwasanya obat hewan yang beredar di Yogyakarta sedianya harus terdaftar dan unit usaha yang menjual atau mendistribusikannya memiliki izin. Pemateri kedua drh. Aria Ika Septana, M.V.P.H menyampaikan tentang penyimpanan dan aplikasi penggunaan obat hewan. Obat hewan harus disimpan sesuai dengan bentuk sediaan, jenis, suhu penyimpanan masing- masing obat, kestabilan, serta ketahanan terhadap cahaya. Pemateri ketiga drh. Tri Widayati, M.Sc memberikan ulasan mengenai bahayanya antimikrobial resisten pada peternakan karena pemberian obat-obatan terutama antibiotik yang berlebihan dapat menjadikan bakteri, virus dan parasit lainnya menjadi kebal dan tidak lagi merespons obat yang diberikan sehingga saat terjangkit penyakit akan lebih sulit diobati.
Pada hari kedua drh. Agung Ludiro menyampaikan bahwa masih banyaknya obat hewan yang beredar tanpa ijin dan peran Dinas terkait sangat diperlukan terutama dalam pengawasan peredaran antibiotik. drh. Antasiswa W. R., M.Sc dalam materinya menyampaikan setiap obat dengan berbagai bentuk sediaan mempunyai cara penyimpanannya sendiri-sendiri, penyimpanan yang tidak tepat sangat berpengaruh terhadap efektifitas obat tersebut saat diberikan ke ternak. Penataan obat harus dipisahkan dari alat kesehatan lainnya dan obat ditempatkan di rak, kulkas, atau frezer sesuai dengan jenisnya. Sedangkan drh. Tri Widayati, M.Sc menyampaikan bahwa peredaran antimikroba yang sulit dikendalikan dan peternak yang mengobati ternaknya secara mandiri menjadi salah satu penyebab resistensi pada hewan ternak.
Kegiatan ini diharapkan dapat meningkatkan pemahaman pada kolega Dokter Hewan dan Pelaku Usaha Pengecer Obat Hewan tentang regulasi peredaran obat hewan sehingga dalam menjalankan praktik pelayanan Medik Veteriner maupun penjualan obat hewan sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.